BAHASA Indonesia sedang bertumbuh. Di sekolah-sekolah, pelajaran bahasa Indonesia dimaksudkan menjadikan murid-murid makin mengerti Indonesia. Mereka tak mudah menggunakan bahasa Indonesia dalam omongan dan tulisan. Konon, bahasa itu masih muda meski sudah disumpahkan pada 1928. Murid-murid memerlukan sokongan dan restu untuk mendalami bahasa Indonesia dalam suasana revolusi. Di sekolah, mereka mungkin serius belajar tapi berbeda situasi saat berada di rumah atau kampung. Obrolan di rumah belum tentu berbahasa Indonesia. Bermain bersama teman di kampung tak menjamin menjadi cara memahirkan bahasa Indonesia. Mereka mungkin malah berbahasa ibu atau berbahasa Indonesia asal-asalan saja.

Pada masa 1950-an, murid-murid diajak bergembira dan penasaran dengan bahasa Indonesia. Mereka membaca majalah dan menambahi daftar kata. Kamus disusun perlahan melalui rubrik “Kamus Kami” rutin dimuat dalam majalah Kunang-Kunang terbitan Balai Pustaka. Para pembaca mengirimkan surat, pihak redaksi memberi jawaban atas pengertian sekian kata. Di majalah Kunang-Kunang edisi 25 September 1951, para pembaca belajar kata dan arti: “ekonomi = adjaran untuk mentjapai kesedjahteraan, keblinger = pandai tapi teperdaja, revolusioner = bersifat tjepat serentak , dogma = taklid, firasah = ketjakapan mengetahui (meramalkan) sesuatu dengan melihat keadaan.” Murid-murid menambahi pengetahuan bahasa Indonesia saat Kamus Umum Bahasa Indonesia (1952) susunan WJS Poerwadarminta belum terbit. Indonesia saat itu bertumbuh dengan buku-buku pelajaran dan kamus-kamus belum lengkap.
Bandung Mawardi, dewan redaksi http://www.suningsih.net, redaksi Majalah Basis, penulis buku Pengisah dan Pengasih (2019), Dahulu: Mereka dan Puisi (2020), Pengutip(an) (2020), Terbit dan Telat (2020), Silih Berganti (2021). Keseharian menulis esai, resensi, dan paragraf- paragraf kliping.
Email: bandungmawardi@gmail.com
Telepon 085647121744,
Face Book: Kabut.